Kata "Maluku" berasal dari bahasa Arab Al Mulk atau Al
Malik yang berarti Tanah Raja-Raja.
Seperti diketahui, selama ini, dalam buku-buku
sejarah tentang Kapitan Pattimura menyebutkan bahwa ia adalah putra Frans
Matulessia dengan Fransina Silahoi. Dan adapun dalam buku biografi Pattimura
versi pemerintah yang pertama kali terbit, M Sapija menulis, "Bahwa
pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina
(Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari
Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau.
Sahulau bukan nama orang tetapi nama sebuah negeri yang terletak dalam sebuah
teluk di Seram Selatan".
Ada kejanggalan dalam keterangan di atas. Sapija
tidak menyebut Sahulau itu adalah kesultanan (Kerajaan Islam Sahulau), yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman
dimana Raja ini dikenal pula dengan sebutan Sultan Kasimillah (Kazim
Allah/Asisten Allah) dalam bahasa Maluku disebut Kasimiliali. Kemudian ada penipuan dengan menambahkan marga
Pattimura Mattulessy. Padahal di negeri Sahulau tidak ada marga Pattimura atau
Mattulessy. Di sana hanya ada marga Kasimiliali yang leluhur mereka adalah
Sultan Abdurrahman.
Sejarawan Mansyur Suryanegara berpendapat bahwa Pattimura itu marga yang masih ada sampai sekarang. Dan nama Thomas Mattulessy sebenarnya tidak pernah ada di dalam sejarah perjuangan rakyat Maluku (yang ada adalah Mat Lussy). Ahmad Lussy atau dalam bahasa Maluku disebut Mat Lussy, lahir di Hualoy, Seram Selatan (bukan Sapura seperti yang dikenal dalam sejarah versi pemerintah), Maluku, 8 Juni 1783. Dia adalah bangsawan dari kerajaan Islam Sahulau, yang saat itu diperintah Sultan Abdurrahman.
Menurut Mansyur Suryanegara, mayoritas
kerajaan-kerajaan di Maluku adalah kerajaan Islam. Di antaranya adalah kerajaan
Ambon, Herat, dan Jailolo. Begitu banyaknya kerajaan sehingga orang Arab
menyebut kawasan ini dengan Jaziratul Muluk (Negeri Raja-raja). Sebutan ini
kelak dikenal dengan nama Maluku. Dan Mansyur pun tidak sependapat dengan
Maluku dan Ambon yang sampai kini diidentikkan dengan Kristen. Penulis buku
“Menemukan Sejarah” (yang menjadi best seller) ini mengatakan, “Kalau dibilang
Ambon itu lebih banyak Kristen, lihat saja dari udara (dari pesawat), banyak
masjid atau banyak gereja. Kenyataannya, lebih banyak menara masjid daripada
gereja.”
Masih menurut Mansur Suryanegara, Pattimura
adalah seorang Muslim yang taat. Selain keturunan bangsawan, ia juga seorang
ulama. Data sejarah menyebutkan bahwa pada masa itu semua pemimpin perang di
kawasan Maluku adalah bangsawan atau ulama, atau keduanya.
Apakah gelar kapitan adalah pemberian Belanda ?!
Berbeda dengan
Sapija yang menulis bahwa gelar kapitan adalah pemberian Belanda. Menurut
Sejarawan Mansyur Suryanegara, leluhur bangsa ini, dari sudut sejarah dan
antropologi, adalah homo religiosa (makhluk agamis). Keyakinan mereka terhadap
sesuatu kekuatan di luar jangkauan akal pikiran mereka, menimbulkan tafsiran
yang sulit dicerna rasio modern. Oleh sebab itu, tingkah laku sosialnya
dikendalikan kekuatan-kekuatan alam yang mereka takuti.
Jiwa mereka bersatu dengan kekuatan-kekuatan
alam, kesaktian-kesaktian khusus yang dimiliki seseorang. Kesaktian itu
kemudian diterima sebagai sesuatu peristiwa yang mulia dan suci. Bila ia
melekat pada seseorang, maka orang itu adalah lambang dari kekuatan mereka. Dia
adalah pemimpin yang dianggap memiliki kharisma. Sifat-sifat itu melekat dan
berproses turun-temurun. Walaupun kemudian mereka sudah memeluk agama, namun
secara genealogis/silsilah/keturunan adalah turunan pemimpin atau kapitan. Dari
sinilah sebenarnya sebutan "kapitan" yang melekat pada diri Pattimura
itu bermula.
Perjuangan luhur VS Semboyan para
penjajah yaitu Gold, Gospel, and Glory
Kapitan
Ahmad Lussy “Pattimura”, bangkit memimpin rakyat Maluku menghadapi ambisi
penjajah yang membawa misi Gold
(emas/kekayaan), Gospel
(penyebaran Injil), and
Glory (kebanggaan/kejayaan). Maka pada waktu pecah perang melawan
penjajah Belanda tahun 1817, Raja-raja Patih, Para Kapitan, Tua-tua Adat dan
rakyat mengangkatnya sebagai pemimpin dan panglima perang karena berpengalaman
dan memiliki sifat-sfat kesatria (kabaressi). Sebagai panglima perang, Kapitan
Pattimura mengatur strategi perang bersama pembantunya. Sebagai pemimpin dia
berhasil mengkoordinir Raja-raja Patih dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan,
memimpin rakyat, mengatur pendidikan, menyediakan pangan dan membangun
benteng-benteng pertahanan. Kewibawaannya dalam kepemimpinan diakui luas oleh
para Raja Patih maupun rakyat biasa. Dalam perjuangan menentang Belanda ia juga
menggalang persatuan dengan kerajaan Ternate dan Tidore, raja-raja di Bali,
Sulawesi dan Jawa. Perang Pattimura yang berskala nasional itu dihadapi Belanda
dengan kekuatan militer yang besar dan kuat dengan mengirimkan sendiri
Laksamana Buykes, salah seorang Komisaris Jenderal untuk menghadapi Patimura.
Perlawanan rakyat di bawah komando Kapitan
Pattimura itu terekam dalam tradisi lisan Maluku yang dikenal dengan
petatah-petitih. Tradisi lisan ini justru lebih bisa dipertanggung jawabkan
daripada data tertulis dari Belanda yang cenderung menyudutkan pahlawan
Indonesia. Di antara petatah-petitih itu adalah sebagai berikut:
Yami Patasiwa
Yami Patalima
Yami Yama'a Kapitan Mat Lussy
Matulu lalau hato Sapambuine
Ma Parang kua Kompania
Yami Patalima
Yami Yama'a Kapitan Mat Lussy
Matulu lalau hato Sapambuine
Ma Parang kua Kompania
Yami yama'a
Kapitan Mat Lussy
Isa Nusa messe
Hario,
Hario,
Hario,
Hario,
Manu rusi'a yare
uleu uleu `o
Manu yasamma yare
uleu-uleu `o
Talano utala yare uleu-uleu `o
Talano utala yare uleu-uleu `o
Melano lette
tuttua murine
Yami malawan sua
mena miyo
Yami malawan sua muri neyo
Yami malawan sua muri neyo
Artinya
Kami Patasiwa
Kami Patalima
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Semua turun ke kota Saparua
Berperang dengan Kompeni Belanda
Kami semua dipimpin Kapitan Ahmad Lussy
Menjaga dan mempertahankan
Semua pulau-pulau ini
Tapi pemimpin sudah dibawa ditangkap
Mari pulang semua
Ke kampung halaman masing-masing
Burung-burung garuda (laskar-laskar Hualoy)
Sudah pulang-sudah pulang
Burung-burung talang (laskar-laskar sekutu pulau-pulau)
Sudah pulang-sudah pulang
Ke kampung halaman mereka
Di balik Nunusaku
Kami sudah perang dengan Belanda
Mengepung mereka dari depan
Mengepung mereka dari belakang
Kami sudah perang dengan Belanda
Memukul mereka dari depan
Memukul mereka dari belakang)
Kata-Kata
Ketika Ahmad Lussy
"Pattimura" akan dihukum gantung oleh Belanda, ada sebuah kata-kata
yang ia ungkapkan kemudian tercatat dalam sejarah. Nunu oli
Nunu seli
Nunu karipatu
Nunu karipatu
Patue karinunu
(Saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah beringin besar dan setiap beringin besar akan tumbang tapi beringin lain akan menggantinya (demikian pula) saya katakan kepada kamu sekalian (bahwa) saya adalah batu besar dan setiap batu besar akan terguling tapi batu lain akan menggantinya).
Ucapan-ucapan puitis
yang penuh tamsil itu diucapkan oleh Kapitan Ahmad Lussy atau dikenal dengan
sebutan Pattimura, pahlawan dari Maluku. Saat itu, 16 Desember 1817, tali
hukuman gantung telah terlilit di lehernya. Dari ucapan-ucapannya, tampak bahwa
Ahmad Lussy seorang patriot yang berjiwa besar. Dia tidak takut ancaman maut.
Wataknya teguh, memiliki kepribadian dan harga diri di hadapan musuh. Ahmad
Lussy juga tampak optimis.
Ahmad Lussy itu hanya sebuah karangan belaka,
BalasHapusjangan di sangkutpautkan dengan Thomas Mattulesy,
sejarah Thomas Mattulesy sudah begitu jelas. jngn di tamba dengan
penulisan anda yg ngaur ini.
Camolekum yg buat Blog...
BalasHapusAgama Sisingamangaraja pahlawan tdk ada yg tahu persis, bahkan Suku2 di BATAK pun tak ada yg berani memastikan..., Tidak ada bulan sabit yg di hubungkan ke Islam, itu karena dia punya wilayah kekuasaan di aceh. Dan dia juga punya jalinan hubungan di Bangkinang / kampar.
Perkataan J.H. Meerwaltd,1903,111 dan Solichin Salam,1965,50 ,< itu berarti pemikiran ber-agama mereka (Belanda), berbeda dgn pemikiran BATAK-agama Kristen waktu itu. Islam di Batak itu terjadi krn ada kawin silang dgn melayu dan minang.
PEMIKIRAN AGAMA KRISTEN DI BATAK, TIDAK TERPENGARUH OLEH BELANDA......
<<<< SEMENJAK BELANDA datang dari Barus , di situ sudah mulai peperangan.
Tidak ada tulisan arab di Cap Stempel yg di buat oleh beliau sendiri.
Itu berasal dr cap buatan Aceh.